- Seperti sepatu ini, Nduk. Kadang kita mesti berpijak dengan sesuatu yang tak sempurna. Tapi kamu musti kuat. Buatlah pijakanmu kuat.
- Lewat cinta yang terus mengalir tanpa jeda.
- Ibuk melalui hidup sebagai perjuangan. Tiidak melihatnya sebagai penderitaan.
- Belahan jiwa, belahan hidup.
- Mencintai tidak bisa menunggu.
Hari ini saya mencoba membuat
resensi novel. Harap dimaklumi ya kalo masih amburadul. Hehe. Judul buku yang
saya pilih adalah Ibuk karya Iwan Setyawan. Buku ini merupakan kisah nyata
yang kemudian di novelkan. Pengalaman hidup Iwan Setyawan, seorang anak tukang
angkot yang menjadi Director Internal Client Management di Nielsen Consumer
Research, New York, Amerika Serikat.
Hmm, tadinya nggak
pengen pinjem buku lagi sih, tapi gara-gara terlanjur ditawarin sama mas-mas
pemilik penyewaan buku akhirnya aku terima deh. Katanya sih bagus. Padahal
hari itu aku sudah agak mual-mual baca novel (lebay nih, hehe).
Tapi, nggak nyesel
kok, swear! ._.v
Recommended
bangetlah! :D
Jadi begini
ceritanya. Dalam buku tersebut diceritakan tokoh Ibuk dan Bapak. Ibuk adalah
penjelmaan tokoh Tinah setelah berkeluarga (Penjelmaan? Haha.. Nah loh,
bahasanya amazing banget, haha). Tinah adalah gadis lugu yang tidak
berkesempatan menamatkan SD karena himpitan biaya. Dan Bapak adalah penjelmaan
dari tokoh Sim, suami Tinah, yang saat masa mudanya dicap sebagai playboy
pasar. Pekerjaan Sim adalah sebagai supir angkot. Singkat cerita, keduanya
menikah dan dikaruniai lima orang anak. Salah satu diantaranya adalah Bayek
yang merupakan satu-satunya anak laki-laki. Bayek dalam tokoh ini adalah sang
penulis, Iwan.
Rumah yang mereka
tinggali sangat kecil, 6x7, juga sering bocor. Untuk makan pun seadanya, yang
penting anak-anak bisa makan. Itulah prinsip Ibuk. Ah ya, satu lagi. Ibuk
ingin semua anak-anaknya lulus sekolah bahkan mencapai bangku perguruan
tinggi. Tidak seperti dirinya, Sekolah dasar pun tidak lulus.
She do everything
for them. Begitu juga dengan Bapak. Dia sungguh bekerja mati-matian untuk
membiayai keluarganya.
Kelima anaknya
dibesarkan dengan kesabaran dan kasih sayang yang luar biasa. Mereka tumbuh
dengan mengagumkan. Mandiri, bertanggung jawab, penuh cinta, sederhana, dan
bisa diandalkan. Selain itu prestasi belajar mereka pun membanggakan. Mungkin
karena mereka tidak ingin menyianyiakan setiap tetes keringat Bapaknya, juga
sudah terlampau cukup untuk melihat perjuangan ibunya. Mereka tidak ingin
mengecewakan Bapak-Ibunya.
Penasaran sama
bukunya? Harus dong. Hehe. Baca aja, dijamin nggak bakal nyesel (Nah loh, ini
malah promosi, hehe).
Ada beberapa
kutipan favoritku nih di buku ini:
Belahan jiwa yang
saling menghidupkan.
Belahan jiwa yang
saling merawat.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar